Sebuah band baru bernuansa pop ikut meramaikan skena permusikan di kota Depok. Band ini digawangi oleh Moi dan Ican pada vokal, serta Helmi dan Atma pada gitar. Keempatnya memiliki visi yang ‘berdaya’ dalam bermusik, yaitu membantu lebih banyak orang, terutama dalam hal finansial.
Dalam bermusik, mereka banyak terinspirasi oleh musisi-musisi besar seperti The Groove, Maliq & D’Essentials, Hivi dan Juicy Lucy, Gaya musik mereka mencerminkan perpaduan antara nuansa pop, jazz, dan sentuhan sentimen nostalgia yang kuat.
Untuk band indie, merilis lagu tentu bukan perkara mudah. Ketika tim redaksi menghubungi via whatsapp mereka juga menghadapi berbagai tantangan yang sebenarnya dimiliki juga oleh band – band lain, mulai dari keterbatasan budget untuk rehearsal dan recording, hingga harus menahan lapar saat proses produksi. Namun, semangat mereka tak padam untuk tetap berkarya.
Single pertama mereka yang berjudul Bookstore bercerita tentang pertemuan pertama di sebuah toko buku. Namun, lebih dari sekadar kisah cinta, lagu ini ingin menyampaikan pesan bahwa buku adalah sumber ilmu yang bisa membentuk perjalanan hidup seseorang. Uniknya, lagu ini terinspirasi dari kisah nyata sang gitaris, Atma, yang bertemu dengan pasangan hidupnya di sebuah toko buku.
“Memproduksi musik bagi kami seperti memasak, perlu bahan dan racikan yang pas agar sedap saat dinikmati” Kata Atma melalui whatsapp.
Menentukan instrumen yang tepat untuk menghidupkan lagu ‘Bookstore’ serta memastikan genre yang tepat bisa diterima oleh pendengar menjadi tantangan tersendiri bagi Cloud.
Saat ini, mereka sedang dalam proses meracik single kedua serta mempersiapkan live session dari kedua lagu mereka. Selain itu, mereka juga memiliki impian besar untuk bisa berkolaborasi dengan band favorit mereka, seperti Hivi dan Juicy Lucy, yang menurut mereka memiliki racikan musik yang sangat apik. Pada akhirnya, Cloud berharap lagu-lagu mereka bisa diterima secara luas dan memberikan warna baru bagi industri musik Tanah Air.

Helmi Rafi Jayaputra (Depok, 1996) mengambil langkah baru dengan mendirikan Kolase Kultur, sebuah media alternatif di Depok yang berfokus pada seni dan budaya. Kolase Kultur hadir sebagai platform yang menjembatani berbagai ide dan gagasan serta menjadi ruang kolaborasi inklusif antara seniman, kurator dan komunitas. Sebelumnya Helmi bekerja selama 9 tahun sebagai pembuat video dan menyelesaikan beragam proyek dokumenter di berbagai kelembagaan non-profit, diantaranya; Penabulu Foundation (2015) dengan isu mengurangi tingkat emisi karbon dunia, Human Rights Working Group (2018) dengan isu Kebebasan Beragama dalam Hak Kemanusiaan, Sawit Watch (2021) dengan isu perhutanan sosial dan konservasi sawit, dan Pandu Laut Nusantara (2024) dengan isu konservasi laut dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Di ranah perfilman, Helmi terlibat dalam INDICINEMA, jaringan bioskop alternatif Indonesia yang berpusat di Bandung. Sejak 2019, ia turut mendirikan dan mengelola satu-satunya bioskop alternatif di Depok. Saat ini aktif membangun dan menulis di Kolase Kultur.
Tinggalkan Balasan