apa gara-gara sajak mengamini ornamentalisasi
makanya banyak orang sering kali
mendelimitasi referensi…
dan senang membangun teka-teki?
kalau saja alam rujukan sengaja dihancurkan
untuk melipat kenyataan,
bolehlah kemudian ornamen dan kiasan
tak lagi kita pertanyakan.
persoalannya: teka-teki itu bukan untuk kami.
mereka biarkan manual dan mesin kata bersembunyi
di kepala mereka sendiri.
karenanya, sensori lugu menjadi kopong
akibat benda-benda diikutsertakan berbondong-bondong,
menyaingi jiwa dan keberadaan karakter yang selalu ada bolong,
tapi semuanya diam didikte kegenitan bait-bait penyair yang melolong
sbornost’ menjadi sembrono
dengan konsiliaritas kata, maka oligarki sastra menegas
biografi keseharian tak ubahnya dokumen yang diberi batas
sudahlah, berhenti saja mengira kau dikoyak sepi!
jangan pula beralih jadi peneropong sunyi.
koyak saja dokumen itu dengan puisi
— aku bilang,
“Puisi!”
ornamentalitas bukan teka-teki,
melainkan mesin yang sepatutnya bisa dimengerti
segampang mengetik kalimat ini.
MANSHUR ZIKRI (Pekanbaru, 1991) adalah seorang kritikus yang saat ini menetap di Yogyakarta. Ia menjabat sebagai editor utama di Jurnal Footage, sebuah media daring yang membahas sinema dan seni kontemporer. Zikri pernah bekerja sebagai kurator di Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat (2020–2022) dan menjadi anggota dewan juri pada ARKIPEL – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival edisi ke-9 (2022). Sejak tahun 2009, Zikri aktif sebagai salah satu anggota Forum Lenteng. Ia juga mengelola akun TikTok @ngomendotcom serta menjadi penggerak sejumlah kegiatan, seperti proyek bebunyian Situationist Under-Record, kelompok seni performans PROYEK EDISI, dan gerakan sinema Council of Ten. Di bidang seni performans, ia memegang peran penting dalam penelitian dan kajian artistik 69 Performance Club. Zikri juga menyenangi sastra, tentunya.
Tinggalkan Balasan