Pentingnya OLSAM dan Ruang Kesenian Alternatif di Depok

Pada 10 Maret 2025, Kolase Kultur menerima undangan dari OLSAM untuk menghadiri sebuah acara berbuka puasa. Acara ini berlangsung di Kios Warga, sebuah kedai kopi di Depok yang ke depannya akan menjadi ruang alternatif bagi para musisi independen lokal—sebuah tempat di mana musik, diskusi, dan komunitas bertemu dalam satu nafas.

Sebagai langkah awal, Kios Warga menggelar sesi mendengarkan sekaligus diskusi album terbaru OLSAM, yang akan segera diluncurkan bulan ini. Dalam suasana yang akrab dan penuh cerita, malam itu bukan sekadar perayaan menuju rilisnya album, tetapi juga penanda lahirnya sebuah ruang yang akan menjadi rumah bagi banyak musisi dan pegiat seni di kota ini.

Mengenal OLSAM Sebagai Grup Orkes Depok

Depok sebagai kota satelit Jakarta sering kali hanya menjadi latar belakang bagi narasi besar ibu kota. Namun, OLSAM, sebuah grup orkes asal Depok, berusaha untuk menempatkan kota ini sebagai pusat dari musik dan kisah perjalanan mereka. Dalam 9 lagu di album Irama Dari Gang, terdapat judul Depok, yang menghadirkan potret otentik tentang kehidupan di kota ini.

Jika kita menelusuri berbagai mesin pencari di internet, lagu tentang Jakarta telah banyak bermunculan, dari masa ke masa. Bukan hanya musik, berbagai bentuk kesenian tak pernah kehabisan inspirasi untuk membahas ibu kota. Bahkan, Koes Plus, band legendaris asal Tuban, pernah mengangkatnya dalam lagu mereka yang ikonik, Kembali ke Jakarta

Melihat itu, OLSAM yang telah sewindu mengudara, memilih untuk fokus pada tempat mereka tumbuh dan berkarya—Depok. Bukan sekadar lagu bertema urban, tetapi lebih sebagai dokumentasi kehidupan warga, dengan menyebutkan lokasi-lokasi khas seperti Pasar Kemiri, Kota Kembang dan referensi budaya lokal.

“Bang kok nggak ada Cinere? Nggak ada Tapos? Kalau kita harus sebutin semua daerah di Depok, kayaknya nggak cukup satu lagu. Gua cuma ngasih kabar dan ngasih pesan sebenernya, ada kawan-kawan gua di daerah itu. Tapi sederhananya ini sebagai pengingat kalau Depok rumah kita,” tutur Zam, vokalis sekaligus penulis semua lagu OLSAM.

Dalam setiap lirik lagunya, OLSAM menggunakan bahasa yang mencerminkan kehidupan masyarakat Depok, lengkap dengan pantun dan diksi khas Betawi-Depok (memperkuat kesan bahwa mereka adalah suara dari Depok, bukan sekadar grup musik yang kebetulan berasal dari kota ini). Hal ini menciptakan ‘resonansi emosional’ dengan pendengarnya, membuat sebagian mereka diwakili dalam sebuah karya musik. 

Lahir di gang kecil di daerah Cagar Alam, digawangi oleh Zam (Vokal, Gitar) Denis Begeng (Mr.Tamborin), Kaelani Kiki (Suling & Gendang), Raup Reza (Keyboard), Fajar Hidayat (Gitar), dan Atah Husni (Bass), OLSAM tumbuh di tengah kehidupan sosial yang padat, di mana ruang terbatas justru melahirkan kreativitas yang tak terbendung. Dari lorong-lorong sempit, mereka berhasil menangkap dinamika keseharian, menjadikannya nyawa dalam setiap karya.

Gang kecil sepertinya punya karakternya khas tersendiri—tembok penuh coretan, sudut sudut yang selalu dipenuhi oleh jajanan warung, jemuran bergelantungan, serta jalan yang mungkin hanya cukup untuk lewat satu motor. Dari ruang yang terbatas itu, OLSAM mampu menghidupkan atmosfernya dengan menangkap denyut kehidupan yang tersembunyi di sela-sela kesederhanaan. Mereka merangkai cerita dari tempat yang sempit, lalu membentangkannya menjadi luas dalam makna. Dengan segala dinamika kehidupan di dalamnya, Irama Dari Gang adalah sebuah realitas kehidupan unik yang sering luput tak terceritakan dalam rangkaian nada-nada.

Dalam skena musik independen, band yang mengangkat narasi lokal dengan kuat masih tergolong langka. OLSAM menunjukkan bahwa kota-kota seperti Depok bisa memiliki identitas musikal yang khas, tidak hanya sebagai ‘bayang-bayang’ Jakarta. Ketika semakin berkembangnya komunitas musik di Depok, langkah OLSAM ini bisa menjadi inspirasi bagi band atau musisi lain agar mengeksplorasi cerita dari yang dekat—kota mereka sendiri. Dengan eksplorasi lebih lanjut terhadap akar budaya dan cerita lokal, bukan tidak mungkin musik dari Depok akan memiliki tempat yang lebih besar di industri musik Indonesia.

Ruang Alternatif: Sebagai Wadah Utama Musik Depok

Depok selama ini dikenal sebagai kota dengan potensi kreatif yang besar, namun sering kali mengalami keterbatasan ruang diskusi dan berkesenian. Inisiatif OLSAM dalam menciptakan ruang alternatif di momen berbuka puasa ini membuktikan bahwa kreativitas tidak selalu membutuhkan infrastruktur ‘megah’ atau dukungan birokrasi.

Setelah berbuka puasa, acara dilanjutkan dengan sesi mendengarkan album terbaru OLSAM, diikuti dengan diskusi tanya jawab yang melibatkan para musisi Depok. Acara ini dibuka oleh Ebo, salah satu pemilik Kios Warga, yang juga bertindak menghidupi diskusi dengan segala pertanyaannya. Kolase Kultur mendapatkan kesempatan bertanya terkait ruang-ruang kesenian dan harapan untuk kota ini.

Foto: Dokumentasi Regu Pembidik

OLSAM menyoroti kurangnya ruang bagi musisi dan seniman di Depok. Mereka menginginkan lebih banyak ‘kantong-kantong’ kreatif di setiap kecamatan, sebagai tempat berkumpul dan berkarya bagi para seniman. 

“Ciptain kantong-kantong di setiap kecamatan lo, terdekat dari lo. Mulai diciptain aja dulu,” Tutur Zam, menekankan pentingnya inisiatif komunitas dalam membangun ruang kreatif.

Mereka mencontohkan bagaimana mereka sendiri berasal dari lingkungan sederhana di gang kecil dekat Cagar Alam, namun tetap bisa berkarya dan bahkan menarik perhatian seniman luar negeri. “Karena OLSAM aja bikin di gang kecil, seniman dari perancis aja bisa dateng kesitu,” ungkap Zam, menegaskan bahwa ruang kreativitas bisa tumbuh di mana saja.

OLSAM juga menekankan pentingnya aksi nyata dari komunitas. Mereka percaya bahwa anak muda Depok tidak perlu terlalu berharap pada pemerintah untuk menyediakan segala sesuatu. Sebaliknya, kita bisa mulai membangun ruang-ruang kreatif secara mandiri, memanfaatkan tempat yang ada, dan menciptakan ekosistem seni yang lebih inklusif. “Nggak usah ngarep lebih dari kota lo. Apalagi lo tinggal di Depok, lo tau dengan serumit-rumitnya (birokrasi) gitu ya. Jadi lo ciptain aja. Kayak begini nih modelnya (Kios Warga),” ujar Zam dengan nada optimis.

Bagi mereka, yang terpenting adalah memulai dari lingkungan terdekat. Dengan menciptakan acara dan tempat bagi musisi lokal, komunitas seni di Depok dapat berkembang tanpa harus selalu bergantung pada kebijakan pemerintah yang sering kali tidak berpihak pada kebutuhan masyarakat.

Dengan segala tantangan yang ada, OLSAM tetap optimis terkait masa depan musik di Depok. Mereka berharap semakin banyak musisi yang membawa identitas Depok dalam karyanya dan semakin banyak ruang yang bisa mendukung ekosistem seni. “Jadi udah, kita ciptakan aja dulu. Mulai aja dulu. Buat aja dulu. Di daerah lo masing-masing. Jangan ngarep lebih dari kota lo,” pungkas mereka.

Foto: Dokumentasi Regu Pembidik

Dengan demikian, Album Irama Dari Gang akan segera rilis 17 Ramadhan 1446 H di seluruh musik platform digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *