Semula, kegiatan komunitas Lensa Anak Terminal (LAT) yang diinisiasi Setyo Manggala hanya berangkat dari keinginan sederhananya, yaitu mengajar fotografi kepada sekelompok anak yang hidup dalam keterbatasan di sekitar Terminal Depok. Anak-anak yang saban hari berhadapan dengan kerasnya jalanan, tetapi selalu datang dengan semangat belajar yang tak pernah surut. Hingga suatu hari, sebuah "katalis" mengubah cara …
Menghapus Kekerasan Seksual, Komunitas Depok Berkoalisi Bangun Perpustakaan di Kolong Jembatan

Semula, kegiatan komunitas Lensa Anak Terminal (LAT) yang diinisiasi Setyo Manggala hanya berangkat dari keinginan sederhananya, yaitu mengajar fotografi kepada sekelompok anak yang hidup dalam keterbatasan di sekitar Terminal Depok. Anak-anak yang saban hari berhadapan dengan kerasnya jalanan, tetapi selalu datang dengan semangat belajar yang tak pernah surut.
Hingga suatu hari, sebuah “katalis” mengubah cara Setyo memandang ruang, tentang aman dan tidaknya sebuah tempat. Kala itu, seorang peserta belajarnya, anak perempuan berusia sepuluh tahun yang mengenakan jilbab, dilecehkan secara verbal oleh orang dewasa yang tinggal di kolong jembatan flyover Arif Rahman Hakim. Ia menanggapinya dengan santai, melanjutkan aktivitas memotret seolah tidak terjadi apa-apa.
“Ketika saya menghampirinya dan mengajaknya menjauh, saya bertanya dengan hati-hati apakah ia benar mengalami catcalling. Dengan polosnya ia menjawab, ‘Iya, kak. Itu kan biasa, aku udah sering digituin.’,” cerita Setyo.
Jawaban itu membuatnya karam, Setyo tengah dihantam sesuatu yang keras lebih dari apa pun. Marah, kecewa, dan patah hati bercampur menjadi satu. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kejadian itu menimpa “rahara” yang ia anggap seperti anak sendiri, tetapi juga karena untuk pertama kalinya ia merasa tidak mampu membela dirinya. Untuk pertama kalinya juga, Setyo turut merasa dilecehkan oleh situasi yang sama.
Peristiwa itu menjadi titik balik. Setyo sadar, sampai pagi merekah di ufuk barat pun (kiamat), kegiatan belajar tidak akan pernah benar-benar berhasil tanpa kehadiran ruang aman. Dari sinilah ia tercetus proyek bernama Stana Karsa, sebuah perpustakaan yang dikonsep sebagai ruang yang aman dan inklusif di bawah Flyover Arif Rahman Hakim.
Temu Kumpul Warga: Melangkah Bersama Membangun Ruang Aman

“Kalau berangkatnya ramean pasti jalannya lebih jauh!” Kalimat sederhana ini menjadi semangat pertemuan awal para warga dan komunitas yang digelar di Stana Karsa. Kegiatan ini menghadirkan dua arsitek berpengalaman, Jessica Soekidi dan Brahmastyo Puji. Duo yang merancang rencana pembangunan ini dengan metode partisipatif, menampung seluruh harapan warga dan komunitas yang hadir.
Dalam forum, semua orang duduk melingkar tanpa panggung, tanpa jarak, apalagi memedulikan status sosial. Penggiat literasi, pekerja kreatif, warga sekitar, anak-anak, orang tua, termasuk Kolase Kultur berbicara bergantian.
Setyo Manggala mengawalinya dengan pemaparan masalah-masalah yang terjadi selama LAT berdiri, sekaligus menjelaskan bagaimana visinya untuk membangun ruang yang aman dan ramah bagi anak dapat diwujudkan secara bersama.
Perwakilan dari Sisi Baik, Heri, turut menyampaikan hal serupa. Ia juga menyoroti pentingnya akses pendidikan. “Pendidikan non-formal atau kursus [gratis] bisa diadakan di tempat ini nantinya bagi siapa saja yang membutuhkan,” ucapnya.
Pegiat literasi yang hadir juga mendukung visi tersebut. Ia menyinggung tentang identitas kota yang selama ini nampak samar. “Tentang identitas kota Depok, saya membayangkan Stana Karsa dapat menjadi jawabannya,” ucap Putra Aco.
Direktur The Popstival, Galih, membayangkan bagaimana ruang ini nantinya dapat dipenuhi berbagai aktivitas setiap waktu. “Angka kriminalitas di sini kan cukup tinggi ya, mulai dari pencurian sampai begal yang biasanya terjadi di tempat-tempat sepi. Kalau ruang seperti ini dihidupkan dengan aktivitas positif yang rutin, angka itu bisa jadi berkurang. Kalau bisa ini mah, tempat ini buka 24 jam aja, nggak usah digembok-gembok,” ucapnya.
Kolase Kultur turut menyampaikan bahwa Stana Karsa memiliki visi yang sejalan dalam menghadirkan ruang aman, terutama bagi kelompok rentan. Kami berharap dapat berkontribusi dalam mengaktivasi ruang ketika perpustakaan ini telah tercipta.
Fondasi Utamanya Saling Jaga
Sebagai ruang yang nantinya akan menaungi anak-anak, seluruh komunitas seyogianya bersinergi dalam memahami isu-isu kerentanan serta menguatkan pesan bahwa diskriminasi dan pelecehan tidak pernah dapat dibenarkan. Dengan demikian, anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung mereka sepenuhnya.
“Temu Kumpul Warga dan Komunitas merupakan upaya untuk melibatkan lebih banyak suara dalam perjalanan ini. Kami percaya bahwa ruang aman tidak bisa dibangun sendirian. Ia lahir dari keberanian untuk saling menjaga,” ujar Setyo Manggala.







