Satu lagi karya sinema yang menyoroti isu lingkungan dan kearifan lokal hadir di layar bioskop Indonesia. Harmoni, film berdurasi 115 menit produksi Rekam Films dan Teras Mitra, didukung oleh GEF SGP Indonesia dan UNDP Indonesia akan tayang serentak pada tanggal 31 Juli 2025 di 17 lokasi bioskop Sam’s Studio di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Film ini akan menjadi pengingat kuat akan urgensi krisis iklim dan ketimpangan ekologis yang dihadapi masyarakat lokal.
Disutradarai oleh Yuda Kurniawan, Harmoni terinspirasi dari kisah nyata dua keluarga petani dari dua suku yang ada di Indonesia: petani rumput laut di Nusa Lembongan, Bali, dan petani jagung di kawasan transmigrasi Desa Saritani, Gorontalo.

Made (petani Bali) bertahan menjaga tradisi budidaya rumput laut meski menghadapi tekanan besar dari industri pariwisata massal yang mengubah wajah Nusa Lembongan. Sementara itu, Tuwarno (petani Gorontalo) harus berhadapan dengan musim kering panjang akibat perubahan iklim, membuatnya tergerak untuk kembali ke sistem pertanian ramah lingkungan berbasis kearifan lokal.
Kisah kedua petani ini selain memperlihatkan potret perjuangan ekonomi masyarakat kecil, juga merupakan refleksi mendalam tentang relasi manusia dan alam. Dalam latar bentang alam laut dan pegunungan, Harmoni mengajak penonton menyelami nilai-nilai hidup yang lebih selaras dan berkelanjutan. Keunikan juga terletak pada pendekatannya yang otentik, ciri khas Yuda dalam “meramu” filmnya: para pemeran berasal dari komunitas lokal dan menggunakan bahasa daerah masing-masing. Pendekatan ini memperkuat rasa kedekatan dan kejujuran emosional yang dibangun dalam film.
Yuda, dalam pernyataan resminya, mengungkapkan bahwa keresahannya sebagai anak seorang petani menjadi landasan film ini. Ia menyoroti dampak pemanasan global dan penggunaan pupuk kimia berlebih, serta degradasi lingkungan akibat gentrifikasi dan over-tourism, terutama di kawasan wisata seperti Bali. “Saya ingin kita semua menyadari bahwa sudah saatnya hidup selaras dengan alam dan kembali menjunjung nilai-nilai kearifan lokal,” ujarnya.

Sebelum nantinya tayang di bioskop tanah air, Harmoni lebih dulu melanglang buana di festival film internasional. Film ini berkompetisi dalam Asian Select NETPAC Award di 30th Kolkata International Film Festival 2024 serta turut ambil bagian di Jakarta Film Week 2024 dalam kategori kompetisi Global Feature, Direction Award. Saat ini, Harmoni masih berkeliling di berbagai festival film dunia.
Catharina Dwihastarini, sang produser yang merupakan direktur Teras Mitra, menyatakan bahwa film ini tak hanya menjadi medium artistik, tapi juga alat advokasi untuk membangkitkan kesadaran kolektif terhadap perubahan iklim dan pentingnya pelestarian pengetahuan lokal. Ia menekankan pentingnya menangkat kearifan lokal yang mulai terpinggirkan seperti panggoba, seni membaca bintang yang dulu menjadi panduan hidup masyarakat Gorontalo.
“Melalui Harmoni, kami ingin mengajak semua pihak untuk tak hanya menyaksikan film ini, tapi juga terlibat dalam gerakan melawan krisis iklim dengan belajar dari kearifan lokal yang telah ada sejak dulu,” tegas Catharina.
Film ini pun didasarkan dari buku Sangia, Hui, Sang Hyang Dollar, dan Para Pembaca Bintang (Terasmitra, 2021), yang merekam pengalaman masyarakat lokal menghadapi krisis iklim.

Helmi Rafi Jayaputra (Depok, 1996) mengambil langkah baru dengan mendirikan Kolase Kultur, sebuah media alternatif di Depok yang berfokus pada seni dan budaya. Kolase Kultur hadir sebagai platform yang menjembatani berbagai ide dan gagasan serta menjadi ruang kolaborasi inklusif antara seniman, kurator dan komunitas. Sebelumnya Helmi bekerja selama 9 tahun sebagai Creative Generalist dan menyelesaikan beragam proyek dokumenter di berbagai kelembagaan non-profit, diantaranya; Penabulu Foundation (2015) dengan isu mengurangi tingkat emisi karbon dunia, Human Rights Working Group (2018) dengan isu Kebebasan Beragama dalam Hak Kemanusiaan, Sawit Watch (2021) dengan isu perhutanan sosial dan konservasi sawit, dan Pandu Laut Nusantara (2024) dengan isu konservasi laut dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Di ranah perfilman, Helmi terlibat dalam INDICINEMA, jaringan bioskop alternatif Indonesia yang berpusat di Bandung. Sejak 2019, ia turut mendirikan dan mengelola satu-satunya bioskop alternatif di Depok. Saat ini aktif membangun dan menulis di Kolase Kultur.
Tinggalkan Balasan