Dalam semangat mempererat “ukhuwah” kesenian dan kebudayaan lokal, grup musik rakyat Olsam resmi mengumumkan rangkaian tur album perdana mereka bertajuk Irama Dari Gang, yang akan menyambangi 11 kecamatan di Kota Depok. Tur telah dimulai dari Tapos pada 31 Mei 2025 lalu dan akan mencapai puncaknya di Pancoran Mas pada 27 September 2025.
Sebagai sebuah grup musik rakyat yang telah tumbuh sejak 8 tahun lalu, Olsam menjadikan musik sebagai medium yang memperkuat jejaring kesenian dan kebudayaan demi menciptakan inklusifitas di dalamnya. Mereka menyebutnya dengan kata sederhana: “silaturrahmi”. Album Irama Dari Gang sendiri telah dirilis dalam dua format: digital streaming dan kaset pita yang bisa dibeli langsung saat rangkaian tur.

Olsam dikenal dengan gaya orkes progresif jalanan yang merayakan keberisikan kota, ritme kampung, dan nyanyian rakyat. Mereka percaya bahwa musik tak selalu lahir dari ruang kedap suara, melainkan dari denting tamborin yang bersaing dengan klakson, dari suara nyaring anak-anak gang, dan mungkin percakapan warung kopi. “Musik tak selalu lahir dari studio mewah, tapi dari lorong-lorong kecil, dari ampas suara kota,” ucap Zam, pendiri Olsam.
Mereka menyatakan bahwa tur ini bukan hanya untuk mereka yang punya “tiket”, melainkan juga untuk mereka yang berdiri di luar pagar, yang menonton dari serambi rumah, yang ikut menyanyi tanpa diminta. Semua menjadi bagian dari irama itu sendiri. Dengan mengusung pesan bahwa “jalanan bukan cuma tempat lewat, tapi tempat berpesta”, Olsam ingin menyulap gang-gang di Depok menjadi panggung rakyat, di mana musik menjadi jembatan tuk merayakan keberagaman budaya.

Helmi Rafi Jayaputra (Depok, 1996) mengambil langkah baru dengan mendirikan Kolase Kultur, sebuah media alternatif di Depok yang berfokus pada seni dan budaya. Kolase Kultur hadir sebagai platform yang menjembatani berbagai ide dan gagasan serta menjadi ruang kolaborasi inklusif antara seniman, kurator dan komunitas. Sebelumnya Helmi bekerja selama 9 tahun sebagai Creative Generalist dan menyelesaikan beragam proyek dokumenter di berbagai kelembagaan non-profit, diantaranya; Penabulu Foundation (2015) dengan isu mengurangi tingkat emisi karbon dunia, Human Rights Working Group (2018) dengan isu Kebebasan Beragama dalam Hak Kemanusiaan, Sawit Watch (2021) dengan isu perhutanan sosial dan konservasi sawit, dan Pandu Laut Nusantara (2024) dengan isu konservasi laut dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Di ranah perfilman, Helmi terlibat dalam INDICINEMA, jaringan bioskop alternatif Indonesia yang berpusat di Bandung. Sejak 2019, ia turut mendirikan dan mengelola satu-satunya bioskop alternatif di Depok. Saat ini aktif membangun dan menulis di Kolase Kultur.
Tinggalkan Balasan