Dalam lanskap digital Indonesia yang kian dipenuhi oleh iklan mencolok dan manipulatif, dua seniman Indonesia, Theo Nugraha dan aldooink menyuguhkan sebuah pengalaman seni yang membongkar wajah tersembunyi dari estetika dunia maya. Berjudul Imposter, proyek ini hadir sebagai pameran digital di KUNSTSURFER, ruang seni berbasis browser yang memungkinkan karya-karya muncul secara acak di tengah aktivitas berselancar …
Imposter: Membongkar Wajah Norak Kapitalisme Digital Lewat Iklan-Iklan Internet Indonesia

Dalam lanskap digital Indonesia yang kian dipenuhi oleh iklan mencolok dan manipulatif, dua seniman Indonesia, Theo Nugraha dan aldooink menyuguhkan sebuah pengalaman seni yang membongkar wajah tersembunyi dari estetika dunia maya. Berjudul Imposter, proyek ini hadir sebagai pameran digital di KUNSTSURFER, ruang seni berbasis browser yang memungkinkan karya-karya muncul secara acak di tengah aktivitas berselancar pengguna internet.
Dipresentasikan oleh KUNSTSURFER bekerja sama dengan ARCOLABS, Imposter adalah pameran visual yang merupakan hasil riset lapangan daring selama berbulan-bulan, di mana Nugraha mengoleksi 50 iklan daring dari berbagai situs legal dan ilegal di Indonesia. Fokusnya tertuju pada iklan judi online (judol), pinjaman daring (pinjol), dan konten seksual semi-erotik. Semuanya merupakan fenomena yang marak, sering kali dianggap sepele.

Apa yang terlihat “norak” di permukaan ternyata merupakan strategi desain yang disengaja. Theo Nugraha menyebut gaya ini sebagai “sangat ngejreng, norak, berlebihan, dan kampungan” sebagai pengungkapan strategi visual yang dirancang untuk menggoda dan menjebak, terutama mereka yang berada dalam kondisi ekonomi rentan.
Dalam konteks Indonesia yang sedang mengalami ketidakstabilan ekonomi akibat tekanan global, lemahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, serta gelombang PHK, iklan-iklan ini menjelma menjadi cerminan sistemik dari kecemasan dan ketidakpastian. Melalui model referral dan skema berbasis komunitas, platform-platform ilegal ini menyatu dengan budaya kolektivisme masyarakat Indonesia, menarik korban baru dalam siklus utang dan risiko digital.

Bersama aldooink, Theo Nugraha mengolah materi iklan menjadi karya audiovisual yang mengguncang: tiga seri yang masing-masing terdiri dari sepuluh format iklan populer, disertai dengan suara hasil ekstraksi visual, menciptakan pengalaman imersif tapi juga “mengganggu”. Alih-alih menjual produk, karya-karya ini justru memaksa kita untuk bertanya: bagaimana algoritma dan estetika bisa membentuk keputusan, keinginan, dan bahkan kesadaran kita?
Tidak seperti galeri konvensional, Imposter tidak terpaku pada satu ruang atau waktu. Melalui ekstensi browser KUNSTSURFER (tersedia untuk Firefox dan Chromium di desktop), karya-karya ini muncul tiba-tiba, di sela aktivitas harian pengguna internet. Gangguan sesaat itu berubah menjadi pengalaman seni: sekejap pencerahan dalam rutinitas daring.
Theo Nugraha, seniman lintas medium dari Samarinda yang dikenal di ranah musik eksperimental Indonesia, dan aldooink, seniman audiovisual yang aktif sebagai desainer grafis dan VJ di Jakarta, menciptakan Imposter sebagai kritik dan alat untuk menyadarkan publik tentang bagaimana kita dibentuk oleh visual yang kerap kita anggap remeh.
Unduh ekstensi KUNSTSURFER di https://kunstsurfer.org